ASAL USUL TORAJA
Menurut
legenda, nenek moyang orang Toraja berasal dari Hindia Belakang (Siam).
Mereka ber-imigrasi ke daerah selatan untuk mencari daerah baru. Mereka
menggunakan kapal yang menyerupai rumah adat orang Toraja sekarang ini.
Asal-usul
tentang pengertian Toraja, ada dua versi. Versi pertama mengatakan
bahwa kata Toraja berasal dari kata “to” yang artinya orang dan kata
“raja” yang artinya raja. Jadi Toraja artinya orang-orang keturunan
raja. Versi lain mengatakan bahwa Toraja berasal dari dua kata yaitu
“to” yang artinya orang dan “ri aja” (bahasa Bugis) yang artinya
orang-orang gunung. Jadi Toraja artinya orang-orang gunung. Kedua versi
tersebut memiliki alasan yang berbeda-beda dan masuk akal.
SEJARAH TORAJA
1) Tahun 1926 Tana Toraja sebagai Onder Afdeeling Makale-Rantepao dibawah Self
bestur Luwu.
2) Tahun 1946 Tana Toraja terpisah menjadi Swaraja yang berdiri berdasarkan
Besluit Lanschap Nomor 105 tanggal 8 Oktober 1946.
3) Tahun 1957 berubah menjadi Kabupaten Dati II Tana Toraja berdasarkan UU
Darurat Nomor 3 tahun 1957.
4) UU Nomor 22 tahun 1999 Kabupaten Dati II Tana Toraja berubah menjadi
Kabupaten Tana Toraja.
Nama
Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari Luwu.
Orang Sidendereng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja
yang mengandung arti “orang yang berdiam di negeri atas atau
pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya
adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa
kata Toraya asalnya To= Tau (orang), Raya= dari kata Maraya (besar),
artinya orang-orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut
menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman
suku Toraja dikenal dengan nama Tana Toraja.
3. Ciri Khas Suku Toraja
Salah satu ciri khas suku Toraja adalah tempat pemakamannya.
Rante, yaitu tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan
100 buah menhir/megalit, yang dalam bahasa Toraja disebut Simbuang
batu. 102 bilah batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24
buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang, dan 54 buah ukuran kecil.
Ukuran menhir ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut
hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat
pembuatan/pengambilan batu.
KESENIAN DAN KEBUDAYAAN
a. Adat Perkawinan Daerah Sulawesi Selatan
Melamar
Dalam melamar ada beberapa tahapan yang harus dijalankan, antara
lain dengan cara pendekatan oleh pihak pria kepada pihak wanita, seperti
menanyakan apa sang gadis masih belum ada ikatan dengan pria lain dan
sebagainya. Bilamana sang gadis masih belum ada ikatan, pihak keluarga
pria mengirim beberapa utusan yang terdiri dari keluarga terdekat sang
pria. Tugas mereka adalah untuk melamar sang gadis secara resmi yang
disebut massuro.
Bila
lamaran diterima oleh pihak wanita, maka kedua pihak lalu berembuk
untuk menetapkan besarnya mas kawin atau sompa, juga biaya perkawinan
dan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Persiapan dan Upacara Pernikahan
Beberapa hari menjelang pernikahan, keluarga mengadakan mappaci, yaitu
malam berbedak, bersolek, dan memerahi kuku atau berinai.Pada hari yang
telah ditetapkan, kedua mempelai melakukan akad nikah menurut agama
Islam yang dilakukan oleh penghulu, kemudian kedua mempelai melakukan
upacara adat, yaitu mempelai pria menyentuh salah satu anggota badan
mempelai wanita, seperti ibu jari atau tengkuk. Itu berarti bahwa
mempelai wanita telah syah menjadi mempelai pria.
Setelah itu, keluarga mempersandingkan kedua pengantin di pelaminan,
disaksikan oleh para tamu. Seluruh upacara perkawinan yang diramaikan
dengan pesta ini berlangsung di rumah mempelai wanita dan upacara ini
dinamakan marola.
Pakaian Pengantin
Pakaian pengantin pria dari Bugis-Makasar berupa baju jas model
tertutup yang disebut baju bella dada, kain sarung songket yang disebut
rope. Di pinggang bagian depan terselip sebuah keris pasang timpo (keris
yang terbungkus emas separuhnya) atau keris tataroppeng (keris yang
terbungkus emas seluruhnya), sedangkan di kepala terdapat hiasan kepala
yang disebut sigara.
Pengantin wanita memakai baju bodo, kain sarung songket atau rope,
dan selendang di bahu. Sanggul pengantin wanita berhiaskan kembang
goyang dan perhiasan lainnya berupa kalung bersusun, sepasang bassa atau
gelang panjang bersusun, dan anting-anting.
LAGU LAGU KHAS TORAJA
Siulu’
Lembang Sura’
Marendeng Marampa’
Siulu’ Umba Muola
Passukaranku
Katuoan Mala’bi’
Susi Angin Mamiri
Kelalambunmi Allo
Tontong Kukilalai
OBJEK WISATA DI TANAH TORAJA
a. KE’TE’ KESU’
Ke’te’ kesu’ adalah obyek wisata yang sudah populer diantara
turis domestik dan asing sejak tahun 1979 terletak dikampung Bonoran
yang berjarak 4 km dari kota Rantepao, telah ditetapkan sebagai salah
satu Cagar Budaya dengan nomor registrasi 290 yang perlu
dilestarikan/dilindungi. Obyek wisata ini sangat menarik, karena memilki
suatu kompleks perumahan adat Toraja yang masih asli, yang terdiri dari
beberapa Tongkonan, lengkap dengan Alang Sura’ (lumpung padinya).
Tongkonan tersebut dari leluhur Puang ri Kesu’ difungsikan sebagai
tempat bermustawarah, mengelola, menetapkan, dan melaksanakan
aturan-aturan adat, baik aluk maupun pemali yang digunakan sebagai
aturan hidup dan bermasyarakat di daerah Kesu’.
b. LONDA
Londa adalah salah satu dari sekian banyaknya obyek wisata yang
menarik di Tana Toraja, yang letaknya di desa Tikunna Malenong. Londa
merupakan sebuah kuburan alam berupa gua-gua batu di kaki gunung.
Di dalam gua itulah diletakkan jenazah-jenazah dalam sebuah peti yang
disebut erong atau duni.erong adalah semacam peti mati yang terbuat kayu
yang keras dan kuat. Bagian luar erong ditatah dengan ukiran yang
indah.
Sebelum memasuki gua-gua alam, sedikit di atas gua terdapat jajaran
patung yang disebut tau-tau yang dibuat dari kayu nangka agar dapat
bertahan lama. Tau-tau ini merupakan duplikat dari jenazah yang
dimakamkan. Dengan menghitung berapa jumlah tau-tau yang ada, dapat
diketahui berapa jenazah yang dimakamkan dalam liang.
Untuk membedakan erong mana yang telah tua, dapat dilihat dari
warnanya. Erong yang berwarna hitam adalah erong yang diletakkan ketika
mereka masih menganut animisme dan erong yang berwarna kecoklatan adalah
erong yang dimasukkan setelah masuknya agama Kristen. Jadi umurnya
setua erong yang berwarna hitam. Tapi ada erong yang telah hancur
sehingga kerangka-kerangka manusia berserakan di dalam gua itu.
c. BATU TOMANGA
Berlokasi di daerah Sesean yang beriklim dingin, sekitar 1300 m di atas
permukaan laut. Di daerah ini terdapat 56 menhir batu dalam sebuah
lingkaran dengan lima pohon kayu ditengahnya. Kebanyakan dari batu
menhir itu berukuran dua sampai tiga m tingginya. Pemandangan yang
sangat mempesona di atas rantepao dan lembah disekitarnya, dapat dilihat
dari tempat ini sangat menarik untuk dikunjungi.
POTENSI ALAM TORAJA
Lampako Mampie adalah sebuah taman suaka margasatwa yang berada di
Pulau Sulawesi dengan luas hampir 2000 ha. Suaka margasatwa ini tepatnya
berada di bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi pada
kabupaten Polewali Mamasa. Kondisi lapangan dari taman suka margasatwa
tersebut terdiri atas daerah wet land yang terdiri dari daerah
berawa-rawa dengan secondary forest seluas 300 ha swamp forest dan
beberapa daerah isolasi mangrove. Daerah suka margasatwa ini merupakan
daerah yang sangat penting bagi tumbuhan dan hewan. Hewan utamanya
adalah burung Mandar Sulawesi atau Ballidae atau Celebes Rails
(Aramidopsis plateni) yang merupakan burung endemis yang hidup pada
kawasan tersebut. Disamping itu, kawasan ini juga merupakan daerah untuk
berkembang biak beberapa hewan lainnya, bahkan menjadi tempat
persinggahan burung-burung yang bermigrasi.
Dengan melihat dari berbagai pengertian ekowisata, potensi yang
dimiliki oleh daerah tersebut, pengelolaan kawasan suaka yang mulai
ditangani daerah dan keinginan masyarakat lokal untuk dapat membangun
sebuah kawasan yang berasaskan lingkungan hidup, sehingga timbulah
keinginan masyarakat daerah tersebut untuk dapat mengelola langsung
kawasan suaka ini dengan tetap memperhatikan alam, disamping mereka juga
mendapatkan insentif secara ekonomis untuk kelangsungan anak.
HOTEL TORAJA
Toraja Heritage Hotel
- Jl. Kete Kesu, Rantepao
- HAL YANG MENARIK DI TORAJA
1. lada katokkon
Dalam bahasa Toraja, lada berarti cabe.
Cabe khas Toraja ini bentuknya seperti paprika, hanya dalam ukuran mini. Lada katokkon ini mempunyai aroma wangi yang khas dan menggugah selera.
Berwarna hijau saat mentah dan menjadi merah segar saat matangnya, cabe ini menjadi primadona untuk masakan Toraja. Rasanya?? Hoooosshhhh…. pedeeees luar biasa!
Mungkin satu lada katokkon sebanding dengan belasan cabe rawit. Huuuff…. pedesnya terasa hingga ke kuping! Suamiku menyebutnya lombok “biadab” hehehehe…
Sebagai sambal mentah, cabe ini cukup diulek bersama bawang putih dan garam. Sederhana, tapi sungguh sedap, apalagi bagi mereka, penyuka makanan pedas…
2. Daun Miana
Konon hanya jamak dijumpai di Toraja, digunakan sebagai bumbu masakan Toraja. Daun ini beramoma dan bercitarasa khas. Dapat juga digunakan sebagai obat. Menurut orang setempat, orang-orang Toraja jarang sekali mengidap asma dan maag karena rajin mengkonsumsi daun ini.
3. Pa’piong
Salah satu masakan khas Toraja adalah pa’piong. Bahannya yang utama adalah daging babi atau kerbau. Daging dipotong kecil-kecil, lalu dicampur bersama bumbu khusus dan daun miana. Daging dibungkus dengan daun pisang lalu dimasukkan dalam batang bambu muda kemudian bambu dibakar hingga gosong dan daging didalamnya matang. Rasanya? Hhmmm…. enak banget!
Catatan: babi pa’piong tidak untuk dikonsumsi saudara-saudara yang Muslim ya…
4. Sarung Hitam Khas Toraja
Sarung ini terbuat dari kain tenun dan berwarna hitam. Ada yang benar-benar polos, ada pula yang ditambah sedikit corak etnis. Sarung hitam ini dipakai oleh kaum lelaki pada upacara-upacara adat dan acara-acara resmi.
Pertama kali melihatnya, aku langsung kepengen sekali untuk memilikinya. Ternyata agak susah untuk menemukannya di toko-toko souvenir, karena konon harus pesan dulu baru barang tersedia. Harganya juga agak mahal, sekitar 250 ribu. Tapi namanya benar-benar kepengen, aku beli juga sarung hitam ini…
5. Tedong bonga
Tedong dalam bahasa Toraja berarti kerbau. Bonga berarti belang…
Konon, saat melihat tedong bonga, kita bisa make a wish dan akan terkabul lah keinginan kita. Boleh percaya boleh tidak…
Lucunya, kulit kerbau ini belang-belang hitam dan pink…
Kerbau dalam masyarakat Toraja memiliki peranan penting. Kerbau adalah hewan utama dalam upacara Rambu Solo’ (upacara adat pemakaman), dan dipercayai sebagai kendaraan bagi almarhum yang dipestakan menuju puya (nirwana, surga).
Jadi kerbau cantik ini akan dikurbankan dalam upacara rambu solok. Dikuatirkan, tedong bonga yang populasinya hanya ditemukan di Toraja ini akan terancam kelestariannya kalau jumlahnya yang tidak banyak itu terus berkurang, -karena semakin banyak tedong bonga yang dikurbankan, semakin tinggi prestise yang didapatkan keluarga almarhum.
Wah, sayang ya…
Kerbau unik ini harganya sangat mahal, hingga ratusan juta rupiah. Kerbau “raja” ini sangat dimanjakan oleh pemiliknya. Ia akan dipiara dengan cermat, diberi makanan terbaik dan sekali pun tak boleh menarik bajak di sawah.. benar-benar seperti raja ya…
6. Padi
tedong bonga, si kerbau bak raja... corak dan warna belangnya menentukan tingginya harga tedong ini...
Kebetulan perjalanan kali ini bertepatan dengan musim kemarau panjang. Kami mendapati hampir semua lahan sawah terlihat kering. Kuning kecoklatan di mana-mana. Rupanya masa panen raya baru saja lewat.
Apa istimewanya ya? kan padi mudah didapat di mana-mana…
Kami banyak melihat padi yang dijemur di pinggir jalan dalam puluhan ikatan. Jujur saja, hal seperti ini jarang kudapati di Jawa. Di desaku dan kebanyakan daerah lainnya, begitu panen, padi langsung dirontokkan dari jeraminya dengan mesin khusus menjadi gabah lalu dijemur.
Nah, di sinilah uniknya cara menjemur dan penyimpanan padi di Toraja. Padi diikat dalam berkas-berkas, dan diangkut menggunakan bilah kayu. Padi yang telah dijemur dan kering disimpan dalam lumbung.
Sepertinya orang Toraja mengambil seperlunya dari lumbung untuk ditumbuk atau digiling menjadi beras.
Atau ada info lainnya?

lumbung padi beratap bambu begini mahal pembuatannya. Sekarang, demi kepraktisan, atap bambu diganti dengan seng... *rather eye-sore, though...*****Dibuang sayang…
Kulihat-lihat lagi file foto tentang trip ke Toraja dan merasa sayang kalau hanya teronggok tak terkisahkan…
Berikut adalah foto-foto di Toraja yang rasanya sayang kalau hanya dibuang…. enjoy them!..
babi sumbangan.. sumbangan begini berarti "hutang" yang harus dibayar keluarga yang berpesta pada saat si penyumbang kelak mengadakan pesta rambu solo'
adu kerbau lawan babi... penonton benar-benar tergelak-gelak menonton polah babi murka ini yang nekat menantang kerbau yang lebih besar..
yah, namanya kebo ya… nggak tahu batasan arena aduan.. saling dorong hingga naik ke jalan dan melanjutkan pertarungan di jalan..
babi ini belum puas melampiaskan amarahnya, dia naik ke jalan dengan beringas, penonton panik dan bergegas berlindung di balik sebuah mobil tim sukses pilkada. Si babi pun menyeruduk mobil itu
bener-bener pas deh istilah membabi buta..
mungkin karena panik atau takut mobil rusak diseruduk babi, pengemudi mobil pun kabur.... si babi mengejar pula... tarraaaa!!! orang-orang yang sembunyi di balik mobil mobil pun lari semburat kocar kacir. Si baju biru terjun ke sawah hingga berlepotan lumpur... hihihihi..Sumber : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/01/17/sekilas-tentang-toraja/




















Jumat, 07 Desember 2012